Seusai pertemuan di rumah mu itu, aku merasakan keindahan Tuhan dalam keluargamu.“Kesempurnaan Tuhan yang sulit kujelaskan bagaikan susunan alfabetis yang tak pernah selesai jika kutorehkan kedalam kertas putih yang tak bermakna ini.”Ungkapku tenang di dalam hati, mencuri pandang ke wajahnya sambil menghela nafas yang panjang.
Langkah kakiku seakan terasa berat, untuk pamit dari rumahmu dan keluargamu, sungguh kehangatan cinta dari keluarga dan dirimu membuatku semakin ingin berimajinasi dengan kahyalku tentang dirimu dan sejuta keindahan dari dirimu, dalam perjalanan kembali ke rumah ku mulai ceritakan nama dan senyumanmu pada salah seorang sahabat terbaikku, yang pasti ia menyetujui atau hanya menikmati apa yang tertanam di hatiku?
Ah…..itu bukan urusanku aku lebih memilih menikmati setiap keindahan yang kamu pancarkan.
Malam yang semakin larut serta dingin yang semakin mencekam membuatku ingin rasanya berjumpa lagi denganmu pada esok hari nanti.
Sambil terbaring di tempat tidur aku mulai menghitung jarum jam yang berputar yang terpajang pada dinding kamar kos ku yang berukuran 4×4, setiap angka pada jarum jam menertawakan kegelisahanku, seperti jarum jam menunjuk angka, pikiranku pun selalu terurai tentang dirimu gadis bergingsul berparas cantik yang mampu membuatku hanya bisa mendegungkan suatu pujian.
“Febiola….. gadis desa bergingsul pemikat hati”.
Mengapa kita harus bertemu? Mengapa perjumpaan kita di batasi oleh waktu yang terlalu cepat? Mengapa senyuman dan parasmu menghipnotisku?.Khayalan memang kosong. Febiola tersamar dalam doa. Aku mengenang. Meregang niat di ujung kata, “petiklah mahkota keindahan diatas kucup-kucup basah. Esok pasti ada pertemuan. Febiola, aku mengagumi dirimu, pancarkan keindahan di balik senyum mu” Tulisku pada sebuah lembar baru diaryku.
Khayalan akan dirimu takkan pernah usai. Selekas perjumpaan kita aku menguraikan rasa di hati. Menambatkan gejolak bertajuk rindu pada pertemuan yang akan datang. Kapan? Besok, lusa,Minggu depan, bulan depan atau tahun depan, tentunya tak akan kembali seperti hari ini. Biarlah hari ini menjadi waktu yang paling jujur antara aku dan senyuman Febiola yang ku kagumi.
Penulis: Laris Mataubana